Jumat, 12 April 2013

Sang Matahari Hati






Seberkas sinar terang perlahan menghampiri bumi. Perlahan-lahan sinarnya menyebar menerangi berbagai sudut bumi. Dia selalu muncul mengawali setiap pagi. Aku kenal betul siapa dia, begitu juga dengan kamu.

Namanya matahari..
Suara ayam berkokok dan kicauan burung menjadi pertanda kedatangannya. Seolah memberikan kabar bahagia kepada insan di muka bumi bahwa hari ini Tuhan masih menganugerahi datangnya sebuah pagi.

Namanya matahari..
Matahari menyambut datangnya pagi. Memancarkan sinarnya kepada setiap sudut di belahan bumi tanpa terkecuali.

Terkadang aku merasa iri terhadap bumi. Matahari selalu setia mendampingi bumi hingga senja tiba. Matahari tidak pernah terlihat lelah. Dia tidak pernah absen menampakkan dirinya ke hadapan bumi. Matahari selalu memberikan komposisi sinar yang sama kepada bumi.

Sedangkan aku? Aku adalah seorang jiwa yang baru saja terbangun dari sebuah mimpi manis. Yang seketika tersadar bahwa nasibku tidaklah sama seperti bumi. Aku tidak memiliki pendamping seperti bumi. Aku tidak punya sumber cahaya. Mungkin lebih tepatnya, aku baru saja kehilangan sumber cahayaku.

Aku sungguh iri terhadap bumi. Matahari masih menemani bumi sampai detik ini. Tak sedikitpun aku melihatnya bosan terhadap bumi.

Aku ingin menjadi bumi. Aku ingin disapa “selamat pagi” seperti layaknya matahari terhadap bumi. Aku membutuhkan cahaya seperti layaknya bumi yang membutuhkan cahaya matahari. Aku ingin diucapkan “sampai jumpa” seperti yang matahari sampaikan kepada bumi saat senja mulai menghampiri. Mengapa ucapan “sampai jumpa”? Karena matahari akan datang menghampiri bumi keesokan hari. Bersama, bersenandung riang menyambut datangnya pagi.

Tapi yang aku ingat kini, aku tidak punya sumber cahaya lagi. Aku tidak punya matahari. Matahari ditakdirkan menerangi muka bumi. Lalu dimana matahariku? Aku sendiri tidak tau. Aku tidak tau jalan mana yang harus aku lalui agar bertemu dengan matahariku sendiri. Mungkin aku harus berjalan jutaan kilometer untuk menemukannya. Mungkin matahari yang akan menyambangiku dikemudian hari. Atau mungkin aku tidak akan dipertemukan lagi dengan sang matahari hati.

Kepada sang matahari hati, sampaikan keberadaanmu lewat hembusan angin. Datanglah kembali mengisi ruang yang kehilangan cahayamu. Akan aku persiapkan ayam dan burung untuk berkokok dan berkicau menyambut kedatanganmu dikemudian hari. Akan aku kabarkan kepada awan di atas sana agar berbaris berirama menyaksikan kamu.

Tenanglah sang matahari hati. Tak usah merasa risau. Aku masih menunggu kamu kembali. Tidak akan aku berikan ruang yang kosong itu untuk matahari-matahari lainnya. Karena saat pertama kali ruang kosong itu menyatu bersama cahayamu, saat itu pula perasaanku lumpuh.

Teruntuk sang matahari hati, cepatlah kembali. Terangi kembali ruang yang membutuhkan cahayamu. Buatlah aku merasa seistimewa bumi.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar