Seberkas sinar terang perlahan menghampiri bumi. Perlahan-lahan
sinarnya menyebar menerangi berbagai sudut bumi. Dia selalu muncul mengawali
setiap pagi. Aku kenal betul siapa dia, begitu juga dengan kamu.
Namanya matahari..
Suara ayam berkokok dan kicauan burung menjadi pertanda
kedatangannya. Seolah memberikan kabar bahagia kepada insan di muka bumi bahwa
hari ini Tuhan masih menganugerahi datangnya sebuah pagi.
Namanya matahari..
Matahari menyambut datangnya pagi. Memancarkan sinarnya
kepada setiap sudut di belahan bumi tanpa terkecuali.
Terkadang aku merasa iri terhadap bumi. Matahari selalu setia
mendampingi bumi hingga senja tiba. Matahari tidak pernah terlihat lelah. Dia tidak
pernah absen menampakkan dirinya ke hadapan bumi. Matahari selalu memberikan komposisi
sinar yang sama kepada bumi.
Sedangkan aku? Aku adalah seorang jiwa yang baru saja
terbangun dari sebuah mimpi manis. Yang seketika tersadar bahwa nasibku
tidaklah sama seperti bumi. Aku tidak memiliki pendamping seperti bumi. Aku tidak
punya sumber cahaya. Mungkin lebih tepatnya, aku baru saja kehilangan sumber
cahayaku.
Aku sungguh iri terhadap bumi. Matahari masih menemani bumi
sampai detik ini. Tak sedikitpun aku melihatnya bosan terhadap bumi.
Aku ingin menjadi bumi. Aku ingin disapa “selamat pagi”
seperti layaknya matahari terhadap bumi. Aku membutuhkan cahaya seperti
layaknya bumi yang membutuhkan cahaya matahari. Aku ingin diucapkan “sampai
jumpa” seperti yang matahari sampaikan kepada bumi saat senja mulai
menghampiri. Mengapa ucapan “sampai jumpa”? Karena matahari akan datang
menghampiri bumi keesokan hari. Bersama, bersenandung riang menyambut datangnya
pagi.
Tapi yang aku ingat kini, aku tidak punya sumber cahaya lagi.
Aku tidak punya matahari. Matahari ditakdirkan menerangi muka bumi. Lalu dimana
matahariku? Aku sendiri tidak tau. Aku tidak tau jalan mana yang harus aku
lalui agar bertemu dengan matahariku sendiri. Mungkin aku harus berjalan jutaan
kilometer untuk menemukannya. Mungkin matahari yang akan menyambangiku
dikemudian hari. Atau mungkin aku tidak akan dipertemukan lagi dengan sang
matahari hati.
Kepada sang matahari hati, sampaikan keberadaanmu lewat
hembusan angin. Datanglah kembali mengisi ruang yang kehilangan cahayamu. Akan aku
persiapkan ayam dan burung untuk berkokok dan berkicau menyambut kedatanganmu
dikemudian hari. Akan aku kabarkan kepada awan di atas sana agar berbaris
berirama menyaksikan kamu.
Tenanglah sang matahari hati. Tak usah merasa risau. Aku masih
menunggu kamu kembali. Tidak akan aku berikan ruang yang kosong itu untuk
matahari-matahari lainnya. Karena saat pertama kali ruang kosong itu menyatu
bersama cahayamu, saat itu pula perasaanku lumpuh.
Teruntuk sang matahari hati, cepatlah kembali. Terangi kembali
ruang yang membutuhkan cahayamu. Buatlah aku merasa seistimewa bumi.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar