Jumat, 12 April 2013

Dibalik atas nama persahabatan


Beberapa tahun silam, seutas tali atas nama persahabatan direntangkan. Kedua ujungnya dipegang erat oleh dua insan yang mengatas namakan dirinya sebagai sahabat. Aku duduk termangu dalam kesendirian. Mengingat sudah berapa lama persahabatan ini terjalin. Dan selama itulah hati ini berselimutkan cinta. Cinta yang perlahan tapi pasti menyiksaku dalam ketakutan. Perasaan ini tertutupkan awan pertemanan. Hingga rasa berani ku pun sirna untuk mengucapkan satu kata bernada cinta.

Kita adalah sahabat. Mungkin itu yang ada di benakmu sejak awal seutas tali itu kita rentangkan. Tapi tidak bagiku. Hati ini menginginkan lebih dari itu. Hati ini tidak mampu mengingkari bahwa cinta itu telah ada dan tumbuh entah sejak kapan. Mungkin saat aku kehilangan sadarku, cinta itu masuk melalui bola mata dan turun ke rongga hati.

Aku tidak bisa menyampaikan satu kata bernada cinta. Payung persahabatan ini begitu melindungi kita. Bukan. Bukan karena aku seorang pengecut. Aku hanya tidak sanggup menghancurkan persahabatan ini. Aku terlalu rapuh untuk kamu tinggalkan dan hidup dalam kenangan yang perlahan akan membuatku gila.

Bukan hanya satu, dua, atau tiga kali rasa ini aku coba kubur sedalam-dalamnya. Aku berharap rasa ini terkubur bersama angan denganmu yang aku bangun sendiri. Aku tidak ingin rasa perih ini menyayat hati lebih dalam lagi dan akhirnya membuatku mati.

Cinta itu justru tak kunjung pergi. Aku dibuatnya tak sanggup lagi. Terbuai dalam keheningan malam sambil menangis meratapi rasa tak wajar ini. Ingin sekali aku menyampaikan cinta. Tapi dinding-dinding keraguan masih menyelimuti hati dan seakan tak mau pergi.

“Apa rasa ini salah?”, gumamku dalam hati.
Cinta hadir dan menyapaku seketika. Menyita sebagian sadarku bahwa hubungan ini dibangun atas nama persahabatan. Rasa ini tidak salah. Aku juga tidak salah memiliki rasa sebesar ini kepadamu. Hanya saja rasa ini jatuh pada orang yang salah dan dalam waktu yang salah.

Aku terus melangkah memantapkan hati untuk mengurungkan niatku mengungkapkan satu kata bernama cinta. Persahabatan ini tidak boleh rusak. Biarlah aku yang memendam rasa ini sendiri. Terbalut dalam luka dan berselimutkan kalut. Aku berharap seiring dengan keluarnya air mata ini, rasa itu pun ikut keluar dari relung hati. Perlahan tapi pasti pergi bersama luka ini dan lambat laun akan mati ditengah kesunyian malam.




Note:
Tulisan ini saya persembahkan teruntuk Amrul, tokoh "aku" dalam tulisan ini.
Beberapa paragraf ini merupakan perwakilan atas tumpahan segala rasa yang mengusik hatinya untuk seseorang berinisial S yang menjadi tokoh "kamu"

2 komentar :

  1. keren ting. Gw sampe baca berulang-ulang. tapi kalo 'kamu' nya mau nerima gw apa adanya dengan tulus dan ikhlas. Gw bakal berucap CINTA sama dia.
    :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wuuuuh iya dong, estin emang keren B-) Berjuang mbu, SE-MA-NGAAAAAT!!! :D

      Hapus