Beberapa tahun silam, seutas tali atas nama persahabatan
direntangkan. Kedua ujungnya dipegang erat oleh dua insan yang mengatas namakan
dirinya sebagai sahabat. Aku duduk termangu dalam kesendirian. Mengingat sudah
berapa lama persahabatan ini terjalin. Dan selama itulah hati ini berselimutkan
cinta. Cinta yang perlahan tapi pasti menyiksaku dalam ketakutan. Perasaan ini
tertutupkan awan pertemanan. Hingga rasa berani ku pun sirna untuk mengucapkan
satu kata bernada cinta.
Kita adalah sahabat. Mungkin itu yang ada di benakmu sejak
awal seutas tali itu kita rentangkan. Tapi tidak bagiku. Hati ini menginginkan
lebih dari itu. Hati ini tidak mampu mengingkari bahwa cinta itu telah ada dan
tumbuh entah sejak kapan. Mungkin saat aku kehilangan sadarku, cinta itu masuk
melalui bola mata dan turun ke rongga hati.
Aku tidak bisa menyampaikan satu kata bernada cinta. Payung
persahabatan ini begitu melindungi kita. Bukan. Bukan karena aku seorang
pengecut. Aku hanya tidak sanggup menghancurkan persahabatan ini. Aku terlalu
rapuh untuk kamu tinggalkan dan hidup dalam kenangan yang perlahan akan
membuatku gila.
Bukan hanya satu, dua, atau tiga kali rasa ini aku coba kubur
sedalam-dalamnya. Aku berharap rasa ini terkubur bersama angan denganmu yang
aku bangun sendiri. Aku tidak ingin rasa perih ini menyayat hati lebih dalam
lagi dan akhirnya membuatku mati.
Cinta itu justru tak kunjung pergi. Aku dibuatnya tak sanggup
lagi. Terbuai dalam keheningan malam sambil menangis meratapi rasa tak wajar
ini. Ingin sekali aku menyampaikan cinta. Tapi dinding-dinding keraguan masih
menyelimuti hati dan seakan tak mau pergi.
“Apa rasa ini salah?”, gumamku dalam hati.
Cinta hadir dan menyapaku seketika. Menyita sebagian sadarku
bahwa hubungan ini dibangun atas nama persahabatan. Rasa ini tidak salah. Aku
juga tidak salah memiliki rasa sebesar ini kepadamu. Hanya saja rasa ini jatuh
pada orang yang salah dan dalam waktu yang salah.
Aku terus melangkah memantapkan hati untuk mengurungkan
niatku mengungkapkan satu kata bernama cinta. Persahabatan ini tidak boleh
rusak. Biarlah aku yang memendam rasa ini sendiri. Terbalut dalam luka dan
berselimutkan kalut. Aku berharap seiring dengan keluarnya air mata ini, rasa
itu pun ikut keluar dari relung hati. Perlahan tapi pasti pergi bersama luka
ini dan lambat laun akan mati ditengah kesunyian malam.
Note:
Tulisan ini saya persembahkan teruntuk Amrul, tokoh "aku" dalam tulisan ini.
Beberapa paragraf ini merupakan perwakilan atas tumpahan segala rasa yang mengusik hatinya untuk seseorang berinisial S yang menjadi tokoh "kamu".
keren ting. Gw sampe baca berulang-ulang. tapi kalo 'kamu' nya mau nerima gw apa adanya dengan tulus dan ikhlas. Gw bakal berucap CINTA sama dia.
BalasHapus:)
Wuuuuh iya dong, estin emang keren B-) Berjuang mbu, SE-MA-NGAAAAAT!!! :D
Hapus