Aku bersembunyi di kolong langit
malam.
Duduk dan berpikir tentang sebuah
keadaan. Membawa ruang tak sadarku ke sebuah jembatan yang mengantarkanku ke
dalam sebuah memori.
Aku bergegas mengambil sebuah
kotak dari dalam lemari. Kotak itu adalah kotak kenangan. Sesuai dengan
namanya, aku banyak menyimpan kenanganku didalamnya. Sebelumnya aku sudah
berjanji tidak akan membukanya. Tapi malam ini kerinduan begitu hangat
menyelimuti. Menggerakkan tanganku untuk membuka dan terlelap sekejap dalam
memori masa lalu. Aku hanya akan membukanya sebentar. Aku hanya ingin
membaca-baca ulang untaian kata yang dulu pernah kamu buat untuk aku.
Ah, aku pikir aku hanya akan
terlelap sekejap. Tapi nyatanya justru menjajah pikiranku cukup lama. Begitulah,
segalanya tentang kamu memang mampu mengalihkan pikiranku sepersekian detik
saja.
Aku keluar kamar. Mencoba
menghirup angin malam dari depan balkon. Aku menengadah ke atas langit. Kerumunan
bintang menjadikan langit lebih indah. Jika hanya ada satu bintang, langit
terasa sepi. Tapi malam ini bintang-bintang menunjukkan kepadaku bahwa kebersamaan
mencerminkan sebuah keindahan.
Jika bicara tentang kebersamaan,
aku teringat kembali sosok kamu. Kebersamaan? Bagaimana mungkin ada jika banyak
kata yang tidak tersampaikan? Aku bukanlah seorang cenayang yang bisa mengerti
tanpa perlu kamu beri tahu. Aku bukanlah seorang ahli yang perlu membuat
hipotesa untuk kemudian aku buktikan sendiri kebenarannya. Aku tidak ingin
menyibukkan diri menerka-nerka beragam probabilitas atas semua ini. Aku hanya
ingin kamu berkumandang tentang kebenaran. Walau nyatanya tanpa kamu ketahui
aku pun sudah lebih tahu tentang kamu. Tentang semua asa yang berhasil
mengoyak-ngoyak jiwa. Sekali lagi, manis atau pahitnya itu semua yang aku ingin
hanya mempergunakan kedua telingaku
untuk menyimak kebenaran dari mulut kamu.
Dengan segenap rasa kalut yang
masih setia menyelimuti, aku mencoba menorehkan kata demi kata di atas secarik
kertas. Aku mencoba menyusun ceceran-ceceran kata yang berkeliaran bebas di
dalam pikiranku menjadi sebuah surat untuk ku tujukan kepadamu.
Aku ingin berbicara kepadamu. Aku
ingin berbicara walau hanya lewat racikan kata yang sederhana. Aku ingin
berbicara walau hanya melalui secarik kertas yang terisi penuh dengan goresan
pena. Tapi, kata-kata yang aku racik bukan sembarang kata. Aku menyusunnya atas
nama cinta. Goresan pena yang aku torehkan dalam secarik kertas adalah lukisan
perasaan yang aku dengar dari hati yang kian berbisik pilu.
Pikiran ini seperti wadah.
Kata-kata adalah senyawanya. Di dalam wadah terisi senyawa-senyawa yang kian
bergerak bebas kesana kemari. Untuk saling berkaitan, senyawa-senyawa membutuhkan
ikatan kimia. Tapi senyawa-senyawa yang aku punya bukanlah bagian dari ilmu
kimia. Senyawa ini terbentuk atas partikel-partikel rindu. Aku menyatukannya
dengan ikatan cinta.
Atas nama cinta aku tuliskan
surat kecil untuk kamu.
Bertemankan sejuta rasa kecewa,
aku sampaikan kerinduan yang pernah ku coba bunuh namun masih saja
tetap tumbuh.
Aku ingin tahu kabar kamu.
Pernahkah kamu terima salam yang
aku titipkan kepada angin di setiap pagi dan malam hari?
Apa kamu juga merindukan aku? Atau
kamu telah bergegas melangkah pergi?
Entahlah……
Rasa percayaku sangat mahal
harganya untuk kamu. Hingga sulit untuk aku membangun semua yang kamu pinta
dari awal lagi. Semua tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Sejujurnya aku benci menuliskan
semua ini. Aku benci mengakui keberadaan kamu yang masih tersimpan di pelupuk
hati. Namun ini semua adalah perasaan yang tidak dapat aku hindari apalagi aku
coba bunuh sampai mati. Untaian-untaian kata ini hanya dapat aku tuliskan tanpa
aku kirim kepada kamu, orang
yang ada pada kolom penerima. Bukan karena aku pengecut. Aku hanya mampu
menuliskannya dan berbagi pada orang lain dalam social media ini. Tanpa perlu
kamu baca, tanpa perlu kamu tahu. Karena aku tidak ingin kamu merubah sikapmu
hanya karena tersentuh oleh kata-kata yang telah aku susun rapih. Biarkanlah
aku dan orang-orang lain yang menikmati.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar