Hari ini dunia terasa
hening. Jauh dari kehiruk-pikukan. Entah apakah semesta ini sedang berduka,
atau hanya saya dan dunia saya yang merasakan heningnya. Seketika saya teradar
dari lamunan panjang. Saya tengok ke sekeliling. Langit masih cerah. Memang penghuni
semesta tidak sedang berduka. Hanya saya yang berduka.
Saya berduka di atas
luka. Luka di atas luka yang belum sempat mengering. Masih terasa perih bekas
sayatannya. Bahkan semakin perih saja saat luka baru itu datang. Luka ini
begitu dalam. Harusnya kamu membantu saya menyembuhkannya. Bukan justru membuat
sayatan baru pada bagian yang sama. Tepat pada bagian yang sama seperti hari
kemarin.
Saat pertama kali kamu
kenalkan saya dengan rasa luka, kamu tidak pernah mengenalkan saya dengan
obatnya. Persis seperti yang kamu lakukan saat ini. Masih sama seperti hari
kemarin. Satu atau dua buah luka masih bisa saya sembunyikan. Masih bisa saya
tutupi rapat-rapat meski lambat laun akan terlihat juga. Tapi banyaknya goresan
luka membuat hati ini seakan tidak bernyawa. Tergeletak tiada berdaya. Butuh
waktu yang lama untuk menyembuhkannya.
Tak berapa lama
kemudian..
Kamu datang meminta
saya menghapus luka. Luka yang pernah kamu acuhkan. Bagaimana mungkin luka yang
belum mengering ini bisa hilang? Jangan paksa luka ini mengering sebelum
waktunya.
Saya tidak ingin
membuka luka lama. Saya tidak ingin merasakan perih untuk yang kesekian kali. Untuk
apa saya menyembuhkan luka ini jika nantinya akan terjadi luka-luka lain pada
bagian yang sama. Sayangnya hati ini tidak terbuat dari baja. Sangat rapuh dan
mudah jatuh. Dengan adanya kamu disini membuat luka itu sulit mengering.
Sudahlah tidak usah berpura-pura peduli. Jangan membuat air mata ini keluar
lebih banyak lagi. Biarkanlah luka itu terbungkus rapih bersama kenangan.
Tersimpan rapat-rapat dalam memori bernama masa lalu. Menghapus luka tidak
semudah membalikkan telapak tangan.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar