Mendengar
kata korupsi, apa yang muncul dalam benak kalian? Bosankah? Masyarakat di
Indonesia dari mulai golongan bawah, golongan atas, hingga petinggi Negara
sudah tidak asing dengan masalah yang satu ini. Hampir setiap hari kita
disuguhkan dengan pemberitaan tentang korupsi.
Sejak
masa reformasi, kasus korupsi di Indonesia memang kian marak. Namun satu
persatu kasus tersebut berhasil diungkap ke media massa. Dari mulai ratusan
juta, milyaran, hingga trilyunan uang Negara berhasil mereka kuasai. Mereka tak
ubahnya seekor tikus pengerat yang terus menggerogoti asset-aset milik Negara
sendiri. Mereka tak lain adalah pencuri di rumah mereka sendiri.
Di
Indonesia, kasus korupsi menjadi rantai berkepanjangan yang tiada usai. Badan
pemberantas korupsi telah dibentuk, namun tetap saja korupsi masih melalang
buana di Negara ini. Bicara soal pemberantasan korupsi, di Indonesia sendiri
penanganan terhadap kasus korupsi telah
berjalan cukup lama namun hasil yang diperoleh belum dapat dikatakan memuaskan.
Mengapa demikian? Karena semakin kesini, kasus korupsi semakin melebar saja.
Rata-rata
dari sekian banyaknya kasus korupsi yang diadili di negeri ini tidaklah sesuai
dengan hati nurani rayat. Maka bukanlah sebuah heran jika kasus korupsi
berlarut-larut tanpa titik temu dan lambat laun akan menghilang begitu saja
dari buah pembicaraan. Kalaupun kasus tersebut dibawa hingga pengadilan,
hukumannya pun sangat tidak sesuai. Hal demikian sangat berbanding terbalik dengan
penegakan hukum dalam kasus-kasus selain korupsi di negeri ini.
Contoh
nyatanya dapat kita lihat dari bagaimana sikap para penegak hukum menyelesaikan
kasus-kasus yang dapat kita golongkan sebagai kasus ringan atau sedang. Mereka
terlihat sangat tegas dalam menegakkan hukuman bagi para pelakunya. Namun
sangat disayangkan ketegasan mereka tidak berlaku dalam penanganan kasus
korupsi yang menjamur di negeri ini. Penanganan terhadap kasus korupsi dinilai
sangat lamban dan bertele-tele.
Dalam
tulisan saya yang berjudul “Wajah Hukum di Indonesia” telah dijabarkan betapa
bobroknya keadilan di negeri ini. Mencari keadilan di negeri ini bagikan
mencari jarum dalam tumpukan jerami. Diskriminasi dalam penegakan keadilan di
Indonesia ini tak terelakan lagi. Lagi-lagi ketidak berpihakan keadilan pada
rakyat sangat menyayat hati.
Di
kepala kita pasti muncul segelintir pertanyaan tentang kasus korupsi di negeri
ini yang bisa dikatakan tidak ada ujungnya. Sebenarnya korupsi itu di negeri
ini sulit diberantas karena adanya beberapa factor dibawah ini:
1.
Korupsi dipandang sebagai suatu kebiasaan
Faktor
yang pertama yaitu pada umumnya masyarakat memandang korupsi sebagai suatu
kebiasaan. Mengapa demikian? Semua golongan dari mulai golongan bawah, golongan
atas, hingga pejabat-pejabat tinggi Negara terlibat dalam kasus korupsi.
Korupsi sebenarnya bukan hanya diartikan sebagai pencurian atas yang bukan hak
nya dengan nilai besar atau dalam artian ratusan, milyaran, atau trilyunan
rupiah. Sadar atau tidak, korupsi juga sering dilakukan oleh rakyat biasa yang
notabennya bukanlah regulator Negara.
Virus
korupsi kian bertumbuh dengan pesat di Negara ini. Siapapun dengan latar
belakang apa pun di Negara ini terjangkiti virus korupsi. Perkembangan virus
korupsi di Indonesia ditukarkan melalui generasi ke generasi. Tak ayalnya
semakin kesini pun semakin banyak generasi penerus para koruptor.
Sebenarnya
penyakit korupsi dapat kita cegah agar tidak menjangkiti bangsa ini lebih
banyak lagi. Salah satunya adalah dengan menanamkan mental anti korupsi kepada
para generasi muda. Dalam agama apapun korupsi tidaklah dibenarkan. Dimana-mana
yang namanya mengambil hak orang lain hukumnya adalah haram. Mungkin menurut
saya, para generasi muda perlu dibekali mata pelajaran khusus anti korupsi. Karena
dengan begitu, para generasi muda lebih menjaga diri dari perilaku korupsi.
Korupsi dapat dicegah dengan menjaga kebersihan pikiran generasi muda kita dari
wabah korupsi.
2.
Lemahnya sistem penegakan hukum di negeri ini
Sistem penegakan hukum di Indonesia
memang lemah, terutama dalam penanganan masalah korupsi. Sudah menjadi hal yang
biasa jika masalah korupsi di negeri ini dibiarkan berlarut-larut tanpa
penanganan yang pasti. Meskipun Negara ini memiliki undang-undang sebagai
landasan hukum, kasus korupsi tetap saja menjadi hal yang tidak pernah habis di
bahas di negeri ini. Lantas saja jika para koruptor di negeri ini masih terus
tumbuh jika hukuman yang mereka diterima sungguhlah ringan. Tentu bukan sebuah
heran bagi kita jika penjara bagi para koruptor pun kondisinya jauh berbeda
dengan penjara pada umunya. Bagaimana para koruptor bisa jera menggerogoti uang
Negara jika di penjara saja dapat menikmati berbagai fasilitas bagaikan di
hotel berbintang lima? Sungguh nyaman sekali, bukan?
Saya melihat hal ini sebagai salah
satu bentuk ketidakadilan hukum. Memang benar jika dikatakan di Negara ini
hukum hanya berpihak pada mereka yang memiliki kekuasaan tinggi, bagi yang
tidak jangan harap dapat mencicipi bagaimana rasanya mendapatkan keadilan di Negara
sendiri.
Lambannya penanganan kasus korupsi lagi-lagi
karena sedeang maraknya wabah korupsi di negeri ini. Bahkan tak jarang para penegak
hukum yang ditugaskan untuk mengadili kasus korupsi pun menerima uang suap dari
para koruptor. Lantas saja jika kasus korupsi di Indonesia sulit untuk
diberantas. Ini namanya koruptor diadili oleh koruptor. Bagaimana mungkin para
mafia hukum memberikan hukuman bagi para koruptor jika mereka sendiri adalah
bagian dari manusia yang disebut sebagai koruptor.
Dua faktor diatas lah yang merupakan
alasan mengapa kasus korupsi di negeri ini sulit diberantas. Mestinya sebagai
wakil rakyat, para petinggi Negara seharusnya dapat mengemban tugas mereka
dengan baik bukan malah menusuk dari belakang. Pesan saya sebagai generasi
muda, sebaiknya kita tumbuhkan mental anti korupsi dalam diri kita. Jangan
sampai terjerembab dalam kasus korupsi. Berperilaku korupsi sama saja tidak
mempunyai harga diri.