Tangan-tangan kecil tampak sedang membangun istana pasir di
tepian pantai. Ditemani suara ombak dan semilir angin laut yang menyejukkan.
Aku duduk tak jauh dari mereka. Memperhatikan dua wajah mungil yang kian
berusaha membangun istana pasir di tepian pantai.
Aku tidak kenal siapa mereka. Tapi melihatnya seperti
membawaku kembali ke masa silam. Dua orang, laki-laki dan perempuan. Tepat
sekali. Aku dan kamu.
Kita memang bukan anak kecil seperti mereka. Kita memang
tidak sedang membangun istana pasir di tepian pantai. Bahkan sekali pun tidak
pernah, bukan?
Melihat sebuah pantai dan istana pasir aku teringat kita. Dua
orang insan manusia yang pernah membangun istana. Tak kasat mata memang, istana
hanya perumpaan perpaduan asa dari dua buah pelupuk jiwa. Kamu mengerti
tentunya.
Kemarin kita membangun istana. Bersama…
Membentengi masing-masing tempat bernaungnya sebuah cinta. Membangun
bersama dari bagian dasar dengan penuh kehati-hatian. Hingga menjadi sebuah
istana pasir yang megah.
Kemudian terduduk kita melingkari istana pasir. Dengan tangan
saling menggenggam satu sama lain. Mengisyaratkan tuk takkan pernah pergi
meninggalkan kita dan istana pasir.
Sekarang tangan ini terlepas dari genggamannya. Kamu
meninggalkan kita. Membiarkan aku hanya bersama istana pasir kita.
Kamu tidak membantu aku menjaga istana pasir kita. Kamu
membiarkan wanita asing itu menginjak-injak istana pasir kita. Jangankan
membantu, menoleh pun tidak.
Kamu seperti tak terusik. Meneruskan langkah kakimu untuk
pergi. Tanpa menghiraukan aku dan istana pasir yang hancur.
Lalu aku bisa apa sekarang? Membangunnya kembali? Berdiri
saja aku sudah tak mampu. Kaki ini seperti tidak bisa lagi menumpu.
Aku memandangi pantai dan lautan pasir. Bertemankan hati yang
bersenandung lirih, tertundukku meratapi istana pasir. Gemuruh ombak menyapu
sisa bangunan istana pasir.
Begitulah memang seharusnya. Istana pasir seharusnya hanya
akan hilang tersapu oleh ombak di pantai, bukan karena yang lain.
Dan semestinya pun aku dan kamu hanya akan terpisahkan oleh
takdir Tuhan, bukan karena yang lain.
-Aku yang selalu berharap dalam doa-
Tidak ada komentar :
Posting Komentar